Sebelumnya
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER
1.
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa tujuan
bernegara adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karena itu, setiap warga
negara, baik perempuan dan laki-laki tanpa kecuali mempunyai tanggung jawab
yang sama untuk melaksanakan tujuan tersebut. Salah satu bentuk tanggung jawab
tersebut adalah dengan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Untuk itu, Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah menjamin
persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki. Implementasi dari ketentuan
tersebut terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM),
yang secara khusus mengatur mengenai hak perempuan.
Indonesia juga telah
meratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
against Women/CEDAW) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.
Bersama 188 negara lainnya, Indonesia juga telah menyepakati Deklarasi dan
Landasan Aksi Beijing atau Beijing Declaration and Platform for Action (BPFA)
yang merupakan hasil Konperensi Perempuan se-Dunia ke IV di Beijing tahun
1995. Komitmen untuk meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender juga tercantum
dalam Tujuan Pembangunan Abad Milenium/ Millenium Development Goals
(MDGs) yang dicanangkan oleh PBB dalam Millenium Summit yang
diselenggarakan pada bulan September 2000.
Walaupun secara
normatif UUD 1945 telah menjamin persamaan kedudukan setiap warga negara, baik
perempuan maupun laki-laki dan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perempuan,
namun sampai saat ini perempuan masih mengalami diskriminasi hampir di segala
bidang kehidupan. Akibat perlakuan yang diskriminatif, perempuan belum
memperoleh manfaat yang optimal dalam menikmati hasil pembangunan. Perempuan
sebagai bagian dari proses pembangunan nasional, yaitu sebagai pelaku sekaligus
pemanfaat hasil pembangunan, masih belum dapat memperoleh akses,
berpartisipasi, dan memperoleh manfaat yang setara dengan laki-laki, terutama
dalam proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan maupun dalam
pelaksanaan pembangunan di semua bidang dan semua tingkatan.
Oleh karena itu
kualitas hidup perempuan perlu ditingkatkan, salah satunya melalui
pengarusutamaan gender dalam setiap tahap pembangunan, termasuk dalam proses
perencanaan dan perumusan kebijakan. Hal ini sangat diperlukan agar kepentingan
perempuan dan laki-laki dapat tertampung secara seimbang sehingga pada akhirnya
perempuan dan laki-laki dapat menikmati hasil pembangunan secara berimbang.
Di Indonesia,
pengarusutamaan gender sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan kesetaraan
dan keadilan gender dalam setiap aspek kehidupan ditetapkan melalui Instruksi
Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional. Sebagai tindak lanjut, dikeluarkan Kepmendagri Nomor 132 Tahun 2003
tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Permendagri Nomor 15 Tahun 2008.
Mengingat hingga saat
ini upaya pengarusutamaan gender dalam pembangunan masih menunjukkan kemajuan
yang sangat lambat, dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional sebagai dasar hukum
implementasi pengarusutamaan gender tidak terdapat dalam tata urutan peraturan
perundang-undangan, maka diperlukan sebuah undang-undang yang secara khusus
mengatur mengenai pengarusutamaan gender.
Dalam undang-undang
ini, pengarusutamaan gender sebagai sebuah strategi untuk mewujudkan kesetaraan
dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara perlu diimplementasikan dalam setiap tahap pembangunan yang meliputi
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena
itu, implementasi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunaan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi
dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Termasuk di dalamnya adalah
ketentuan yang mengatur mengenai anggaran yang responsif gender.
Dalam penyelenggaraan
pengarusutamaan gender, pembiayaan merupakan salah satu unsur yang penting.
Pembiayaan penyelenggaraan pengarusutamaan gender menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Secara nasional, pembiayaan
penyelenggaraan PUG diakomodasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Adapun di tingkat daerah pembiayaan pengarusutamaan gender
diakomodasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Unsur lain yang
penting dalam penyelenggaraaan pengarusutamaan gender adalah data terpilah.
Dalam penyelenggaraan pengarusutamaan gender, data terpilah merupakan prasyarat
bagi pembuat keputusan dalam merumuskan kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan. Selain itu, undang-undang ini juga mengamanatkan pembentukan
Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (Pokja PUG) dan Focal
Point Pengarusutamaan Gender untuk menjamin agar pengarusutamaan gender
dapat dilaksanakan secara maksimal.
1.
II. PASAL
DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup jelas.
Pasal
2
Huruf a
Yang dimaksud dengan
“asas kemanusiaan” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan gender mencerminkan
perlindungan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara
secara proporsional.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
“asas persamaan substantif” adalah bahwa setiap kebijakan, sikap dan
langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus bertujuan memenuhi hak asasi
manusia, merealisasi pemenuhan kebutuhan hidup dan aspirasi yang berbeda
antara perempuan dan laki-laki, yang disebabkan karena kodrat yang berbeda.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
“asas non-diskriminasi” adalah bahwa setiap kebijakan, sikap dan langkah-tindak
dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan pengakuan, penghormatan dan
pemajuan hak asasi manusia serta kesetaraan gender yang adil.
Huruf d
Yang dimaksud dengan
“asas manfaat” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan gender memberikan manfaat
yang sama bagi laki-laki dan perempuan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan
“asas partisipatif” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan gender memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta.
Huruf f
Yang dimaksud dengan
“asas transparansi dan akuntabilitas” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan
gender dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Pasal
3
Cukup jelas.
Pasal
4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud dengan
“tindakan khusus sementara” (affirmative action) adalah hukum dan
kebijakan yang mensyaratkan dikenakannya kepada kelompok tertentu pemberian
kompensasi dan keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai
representasi yang lebih proporsional dalam berbagai institusi dan okupasi.
Tindakan khusus sementara
dimaksudkan agar setiap orang mendapatkan kemudahan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan hak dan keadilan. Tindakan ini dapat diberhentikan apabila
tujuan yang dimaksud telah dicapai. Salah satu bentuk tindakan khusus sementara
yaitu pemberian kuota dalam jumlah tertentu bagi perempuan.
Pasal
5
Cukup jelas.
Pasal
6
Cukup jelas.
Pasal
7
Cukup jelas.
Pasal
8
Cukup jelas.
Pasal
9
Cukup jelas.
Pasal
10
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Lembaga keuangan
seperti bank, koperasi, dan lembaga perkreditan.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal
11
Cukup jelas.
Pasal
12
Cukup jelas.
Pasal
13
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Bentuk kekerasan
meliputi kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal
14
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Ketentuan ini
dimaksudkan agar tidak ada warga negara Indonesia yang tidak berkewarganegaraan
(stateless).
Pasal
15
Cukup jelas.
Pasal
16
Cukup jelas.
Pasal
17
Cukup jelas.
Pasal
18
Cukup jelas.
Pasal
19
Cukup jelas.
Pasal
20
Cukup jelas.
Pasal
21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
“mengintegrasikan” adalah tidak memisahkan anggaran responsif gender diluar
seluruh anggaran kementerian atau lembaga.
Pasal
22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
metode Gender Analysis Pathway (Alur Kerja Analisis Gender) adalah salah
satu pendekatan analisis gender yang terdiri dari 3 langkah utama, yaitu:
analisis kebijakan responsif gender, perumusan kebijakan responsif gender, dan
rencana aksi yang responsif gender.
Yang dimaksud dengan Problem
Based Approach adalah salah satu pendekatan analisis gender terhadap
kebijakan pembangunan dan proses penganggaran yang meliputi tahap: analisis
masalah gender, pemeriksaan kebijakan, formulasi kebijakan, penyusunan rencana
aksi dan kegiatan intervensi serta monitoring dan evaluasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal
23
Cukup jelas.
Pasal
24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Fungsi fasilitator
antara lain memberikan bimbingan teknis sehingga perencanaan program dan
kegiatan yang diajukan dari setiap lembaga negara, instansi, atau unit tersusun
secara sistematis.
Pasal
25
Cukup jelas.
Pasal
26
Cukup jelas.
Pasal
27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Fungsi fasilitator
antara lain memberikan bimbingan teknis sehingga perencanaan program dan
kegiatan yang diajukan dari setiap lembaga negara, instansi, atau unit tersusun
secara sistematis.
Pasal
28
Yang dimaksud dengan
“berperan aktif” adalah ikut terlibat secara langsung agar proses perencanaan
PUG ditingkat daerah dapat berjalan secara efektif.
Pasal
29
Cukup jelas.
Pasal
30
Huruf a
Bentuk dan media
promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi
PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal
31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bentuk dan media
promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi
PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal
32
Cukup jelas.
Pasal
33
Cukup jelas.
Pasal
34
Cukup jelas.
Pasal 35
Huruf a
Bentuk dan media
promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi
PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Pasal
36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bentuk dan media
promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi
PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal
37
Cukup jelas.
Pasal
38
Cukup jelas.
Pasal
39
Cukup jelas.
Pasal
40
Huruf a
Bentuk dan media
promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi
PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal
41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bentuk dan media
promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi
PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal
42
Cukup jelas.
Pasal
43
Cukup jelas.
Pasal
44
Cukup jelas.
Pasal
45
Cukup jelas.
Pasal
46
Cukup jelas.
Pasal
47
Pembiayaan dari pihak
lain merupakan pembiayaan yang berasal dari pihak di luar Pemerintah, antara
lain yang diberikan melalui hibah atau sumbangan yang tidak memiliki
konsekuensi timbal balik bagi yang memberikan hibah atau sumbangan tersebut.
Pasal
48
Cukup jelas.
Pasal
49
Cukup jelas.
Berikutnya Penjelasan Pasal 50 - Selesai