'Makalah' Persaudaraan dalam Islam


BAB 1
Pendahuluan

Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri dan harus dengan bantuan orang lain, sebab itulah manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Seperti dalam sebuah hadits yang dirawayatkan oleh Imam Bukhari, dikatakan bahwa “hubungan antara muslim itu bagaikan anggota tubuh yang tidak bisa terpisah satu sama lain”. Akan terlihat kurang indah kalau ada manusia hidup mempunyai tangan namun tidak mempunyai kaki. Begitu pula sebaliknya. Apalagi memiliki kaki namun tidak berkepala. Tentusaja anggota tubuh yang lain seperi tidak ada gunanya. Ini menggambarkan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri. Tanpa adanya persaudaraan dengan sesamanya. Manusia harus berkawan, bersaudara, dan hidup berdampingan dengan sesama manusia dan juga makhluk lain. Namun, dalam pergaulan antara sesamanya, banyak hal yang terkadang harus membuat renggangnya pergaulan dan terputusnya hubungan pertemanan.
Di negara indonesia yang kaya akan perbedaan, mulai dari agama, suku, ras dan budaya inilah yang terkadang justru menjadi faktor pemicu terputusnya hubungan antara sesama. Merefleksi beberapa peristiwa seperti di Ambon, Poso, Sampit dan beberapa tempat lain, terlihat bahwa yang mendasarinya adalah kurangnya rasa persaudaraan antar sesama. Egoisme masing-masing kepentingan yang terus dipertahankan tanpa melihat bahwa terkadang ada kepentingan yang justru akan dapat membawa kemaslahatan ummat.
Dalam surah al Hujurat ayat menjelaskan bahwa :




Yang artinya :
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu...


Bardasarkan ayat diatas jelas bahwa perbedaan memanglah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri oleh manusia. Karena ini merupakan Sunnatullah yang patut disyukuri. Perbedaan sepererti ini seharusnya tetap dijaga sebagai rasa syukur atas keberagaman ummat, bukan sebagai pemicu permusuhan dan sebagainya. Sebab, perbedaan ini pada dasarnya hanya perbedaan di dunia, sedangkan pada pandangan Allah SWT, perbedaan yang nampak hanyalah perbedaan manusia pada tingkat ketakwaannya.
Mengingat berbagai riwayat pula, diketahuai bahwa Rasulullah pun begitu menyukai adanya rasa persaudaraan, seperti bagaimana Rasulullah menyatukan suku Khazraj san Suku ‘Aus pada saat peletakan Hajar Aswad, juga pada saat Beliau mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar. Tak ada manusia yang tidak menginginkan kehidupan yang rukun antar sesamanya dan kehidupan yang aman di dalam lingkungannya. Sebab itulah harus ada cara yang dilakukan agar semua ini dapat tercapai. Salah satu yang menjadi dasar tercapainya keadaan tersebut yaitu dengan menumbuhkan rasa persaudaraan.




















BAB II
PEMBAHASAN

Melihat berbagai hal yang menjadi latar belakan seperti tersebut diatas, yang menjadi harapan utama yaitu bagaimana terbentuknya suatu tatanan manyarakat yang aman dan hidup rukun. Bagaiman keadaan ini bisa dibentuk ? hendaknya kita melihat hal-hal yang dicontohkan oleh Rasulullah. Seperti pada saat belia mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar. Beliau membangun lima azas, yaitu :
Pertama adalah Al-Ikha (persaudaraan). Rasulullah saw menegakkan masyarakat Islam atas dasar persaudaraan yang kokoh dan kuat. Karenanya kaum muslimin itu bersaudara.
Dalam Islam, persaudaraan tidak mengenal batas-batas teritorial, geografis, suku, etnis, ras, maupun warna kulit.  Ppersaudaraan dalam Islam senantiasa mengikat dan mempersatukan tujuan serta memperkuat barisan, mengajak kepada kerjasama, gotong royong, bahu membahu atas dasar kebaikan dan kasih sayang.
Imam Bukhari meriwayatkan, setiba kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah, Rasulullah Saw mempersaudarakan Abdur Rahman bin Auf dengan Sa`ad bin Ar-Rabi`. Setelah dipersaudarakan Sa`ad berkata kepada Abdur Rahman, “Saya termasuk orang Anshar yang berharta banyak. Itu hendak saya bagi dua separoh untukku dan separo untuk Anda. Saya juga mempunyai dua istri, lihat dan tunjuklah mana di antara dua perempuan itu yang Anda sukai, ia akan kucerai dan bila iddah-nya telah selesai silakan Anda nikahi.”
Abdurrahman menjawab, “Semoga Allah memberkati keluarga dan harta Anda. Tunjukkan saja padaku di mana pasar tempat Anda berniaga.” Atas permintaan Abdur Rahman itu Sa`ad menunjuk pasar Qainuqa`. Beberapa waktu kemudian ternyata Abdur Rahman telah mempunyai kelebihan bahan makanan seperti keju (jubn) dan minya makan (samn).
Pada suatu hari ia datang menghadap Rasul. Beliau bertanya, “Apakah masih kesepian?” Abdur Rahman menjawab, “Saya sudah beristri.” “Berapa mahar mas kawin yang engkau berikan?” “Emas sebesar biji kurma.”
Masih banyak berita-berita riwayat yang menunjukkan betapa besar perhatian kaum Anshar terhadap saudara-saudaranya dari kaum Muhajirin. Dengan kesadaran tinggi dan persaudaraan yang tulus mereka rela mengorbankan sebagian kekayaan mereka untuk membantu kehidupan kaum Muhajirin.
Kedua, Al-Musaawaah (persamaan derajat). Rasul Saw menegakkan masyarakat di atas kaidah persamaan yang sempurna antar umat manusia, bukan hanya di antara umat Islam, tapi juga di antara elemen masyarakat di luar komunitas Islam. Tidak ada kelebihan antara seseorang dengan lainnya, tidak ada kelebihan dan keistimewaan antara si kulit putih dengan si kulit hitam, tidak ada kelebihan antara orang arab dengan bukan arab.
Dengan semangat persamaan pula, Nabi menghapus diskriminasi yang sebelumnya membelenggu kehidupan umat manusia. Dalam salah satu kesempatan beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menghilangkan semangat jahiliyah, kebanggaan mereka dengan nenek moyangnya, karena kalian berasal dari Adam dan Hawa, dan sesungguhnya semulia-mulia kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (HR. Baihaqi)
Ketiga, Al-Ta`aawun (Saling tolong-menolong). Rasulullah Saw mengetengahkan asas kehidupan masyarakat setelah hijrah atas sikap tolong-menolog. Tolong menolong tersebut untuk kebaikan dan keutamaan, menjauhi hal yang haram, membasmi kemunkaran yang bercokol, dan mengenyahkan kebatilan serta kemusyrikan, menjaga bangunan tubuh masyarakat Islam dari penyakit-penyakit masyarakat yang bisa membawa pada kehancuran dan bercerai-berai.
Keempat, Al-Tasamuh (toleransi). Masyarakat Islam ditegakkan atas dasar toleransi dalam makna dan cakupan yang luas. Islam menetapkan toleransi dan penghormatan terhadap keyakinan dan kepercayaan umat lain, serta tidak seorang pun yang dapat memaksakan kepercayaan dan agama Islam pada orang lain selaras dengan firman Allah:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 256)
Salah satu fenomena yang cukup menghebohkan dunia Islam saat ini adalah adanya sekelompok umat yang aktif mengkafirkan kelompok lainnya. Mereka memandang bahwa orang-orang yang ada di luar kelompoknya, sebagai kafir, murtad, dan keluar dari Islam.
Setiap kali berbeda pendapat dengan orang lain, mereka dengan mudah menyerang lawan bicaranya itu dengan julukan kafir. Seolah-olah di dunia ini hanya dirinya saja yang berhak menganut agama Islam, sedangkan orang lain sangat rentan untuk menjadi kafir.
Maka dengan semangat hijrah, kita dididik untuk menjadi umat yang toleran dalam perbedaan pendapat dan pandangan, tidak mudah menjatuhkan vonis kafir, bid`ah, dan syirik kepada pihak lain sesama umat Islam.
Kelima, Al-A`dalah (keadilan). Rasulullah saw menegakkan masyarakat Islami atas dasar keadilan yang luas, baik terhadap kawan maupun lawan, keadilan yang tidak pandang bulu, pangkat dan kedudukan.
Keadilan yang dibangun oleh Rasul adalah keadilan yang memberikan hak sesuai porsinya; keadilan yang memandang kaum lemah itu kuat karena ada hak yang harus diterimanya dan memandang orang-orang kuat yang merampas dan menginjak-injak haknya orang lain itu lemah. Suara keadilan telah digemakan oleh Allah:


“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Qs. An-Nahl: 90)
Allah telah menyuruh kita berbuat adil, tidak cukup dengan adil saja, namun dengan keadilan itu, kita harus berbuat kebajikan. Keadilan yang menjadi asas pembangunan dan penyemaian nilai-nilai spiritual, moral, dan sosial dari peristiwa hijrah meniscayakan kesejajaran seseorang di hadapan Allah sehingga kehidupan umat Islam menjadi sentosa karenanya.
Dengan kekuatan asas yang dipancangkan oleh Rasulullah, lengkaplah unsur-unsur yang diperlukan bagi terbentuknya masyarakat yang beriman, bertakwa, bertauhid, yang berdiri gagah di atas puing-puing reruntuhan Jahiliyah. Masyarakat yang sanggup menghadapi gelombang-gelombang zaman dalam sejarah umat manusia. Masyarakat itu telah tiada, namun misi kebenaran Allah, Islam, dan tugas sejarah yang pernah diembannya tak pernah hilang.
Yang pasti adalah masa kehidupan umat manusia akan cerah ceria bila kemunkaran dan kebatilan telah sirna. “Dan katakanlah bila kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Qs. Al-Isra: 81)
Inilah beberapa azas yang dibangun oleh Rasulullah dan sangat patut kita contoh agar terciptanya kehidupan yang aman dan rukun.
Selain itu juga, Menurut M Quraisy Shihab, berdasarkan ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an, ada empat macam bentuk persaudaraan :
1. Ukhuwah ‘ubudiyyah atau saudara kesemakhlukan dan ketundukan kepada Allah.
kita harus merasa bersaudara karena kita semua adalah makhluk ciptaan Allah SWT.Meskipun dengan orang yang berbedaagama,suku,budayadan yang lainnya.Tapi kita tetap merasa bersaudara karena kita adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT.
2. Ukhuwah Insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara karena berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah SAW juga menekankan hal ini melalui sebuah hadits :
كونوا عباد الله اخوانا ( رواه البخارى عن أبى هريره)
3. Ukhuwah Wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
Kita adalah satu bangsa dan sama-sama berada di negara yang sama. Sehingga kita harus menjaga keutuhannya agar bangsa kita ini, menjadi bangsa Indonesia yang tetap bersatu. Meskipun di indonesia terdapat berbagai macam suku dan agama, tapi sikap toleransi antar ummat manusia tetapa ktta bangun.
4. Ukhuwah fi ad-din al-Islam, persaudaraan muslim. Rasulullah SAW bersabda :
أنتم أصحابى اخواننا الذين يأتون بعدى
Artinya :
“Kalian adalah saudara-saudaraku, saudara-saudara kita adalah yang dating sesudah (wafat)ku.”
Persaudaraan dalam Islam mengandung arti cukup luas tetapi persaudaraan antar sesama muslim adalah pertama dan sangat utama. Sebagiamana disebutkan dalam ayat :
انما المؤمنون اخوة (الحجرات : )
Yang Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (Q.S. Al-Hujurat : 10)
            Dengan melihat penjelasan tersebut diatas, tentu dipahami bahwa persaudaraan antar sesama atau ukhuwah patutlah kita jaga. Silaturrahmi sangat penting untuk dijaga, karena ini sebagai bekal hidup di dunia maupun di akhirat. Seseorang yang menyambun silaturrahmi akan dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang sepanjang masa. Orang-orang yang senantiasa memelihara persaudaraan, tentunya akan memiliki banyak relasi. Sedangkan, relasi adalah merupakan salah satu faktor yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam berusaha. Selain dengan banyaknya teman akan memperbanyak saudara dan berarti pula meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
            Bagi mereka yang selalu menyambung silaturrahmi akan dipanjangkan usianya. Adalah sangat logis memerlukan pemahaman dan persepsi yang berbeda. Benar bahwa umur manusia telah dibatasi oleh Allah, dana tidak ada seorang pun yang mampu mengubah kehendak Allah. Akan tetapi dengan banyaknya silaturrahmi, maka perbuatan baik kepada sesama yang akan mendatangkan pahala, tentunya akan terus terjalin.
            Dengan upaya membangun persaudaraan atau silaturrahmi, maka akan menumbuhkan rasa kasih sayang antar sesama serta menumbuhkan gairah hidup tersendiri. Sehingga, apabila terjadi problem-problem tertentu, dengan banyaknya pikiran dan tenaga yang disatukan, tentu segala problematika dengan mudah akan terselesaikan.
           








BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk sosial dan selalu hidup berdampinga tentinya menginginkan adanya keidupan yan rukun, aman, damai dan tentram. Oleh sebab itu, ditengah perbedaan – perbedaan yang ada hendaknya didalam dirinya manusia dapat menumbuhkan Al-Ikha (persaudaraan), Al-Musaawaah (persamaan derajat), Al-Ta`aawun (Saling tolong-menolong), Al-Tasamuh (toleransi), dan Al-A`dalah (keadilan).
                Dengan tumbuhnya hal-hal tersebut didalam diri manusia, maka dengan mudah kerukunan antar sesama akan mudah terjalin. Dan berbagai masalah seperti permusuhan dan pertengkaran tidak akan mudah terjadi.
Selain itu juga, dalam menumbuhkan rasa persaudaraan, perlu diketahui ada berbagai bentuk persaudaraan yang perlu dibangun. Seperti menurut Quraisy Shihab, yaitu Ukhuwah ‘ubudiyyah, Ukhuwah Insaniyyah (basyariyyah), Ukhuwah Wathaniyah wa an-nasab, dan Ukhuwah fi ad-din al-Islam.

B.                 Saran
Untuk menjaga keutuhan masyarakat dan keutuhan bangsa kita yang dipenuhi dengan keberagaman, hendaknya bersama-sama kita menumbuhkan rasa Ukhuwah dan hal lainnya agar apa yan kita dan bangsa kita cita-citakan dapat terwujud.
Mudah-mudahan makalah ini dapat menjadi salah satu bacaan yang dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Dan semoga kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, tidak ditemukan lagi pada makalah-makalah selanjutnya.

Read More

FB Comment

 

©2009CATATAN KECILKU | by TNB